Jakarta, 14 Agustus 2025, InformasiTerkininews.id — Dalam sebuah kajian mendalam tentang hakikat kehidupan, seorang narasumber spiritual menekankan pentingnya membersihkan diri dari sifat-sifat kebinatangan demi mencapai derajat tertinggi seorang manusia, yang disebut Insan Kamil.
Ia memaparkan dua jalur kehidupan: kebenaran dan kebatilan. Dalam jalur kebenaran, ia menjelaskan bahwa Allah SWT menyatakan kekasih-Nya melalui Nabi Muhammad SAW, yang menyatakan dirinya dengan al-nur. Dari al-nur lahirlah nafsu mutmainnah, bersifat sifat mahmudah, yang kemudian berwujud dalam amal saleh, berlandaskan niat tulus, dan berpuncak pada rahasia Allah (sirrullah).
Sebaliknya, jalur kebatilan bermula dari syaitan yang membawa al-dzulumat (kegelapan), berwajah nafsu ammarah, bersifat sifat mazmumah, berbuah pada amal buruk, digerakkan niat yang salah, dan berakhir tetap pada sirrullah namun dalam bentuk yang jauh dari ridha-Nya.
“Insan yang menuju Allah SWT harus berjuang keras menyingkirkan nafsu syaitoniyah dalam dirinya. Hanya dengan itu ia dapat sampai pada maqam Insan Kamil,” ujarnya dalam kajian tersebut.
Ia mengutip hadis qudsi riwayat Bukhari, bahwa amal wajib adalah jalan tercepat mendekatkan diri pada Allah, disusul amal sunah yang mendatangkan cinta-Nya. “Jika Allah mencintai seorang hamba, maka pendengaran, penglihatan, ucapan, tangan, dan kakinya akan digerakkan oleh kekuatan Allah,” katanya.
Menurutnya, kemuncak ilmu hakikat terletak pada kesadaran bahwa tidak ada daya dan kekuatan selain dengan kudrat dan iradat Allah. Bahkan, katanya, semua manusia akan binasa kecuali mereka yang berilmu. Namun, orang berilmu pun akan binasa jika tidak mengamalkan ilmunya, pengamal ilmu akan binasa jika tidak ikhlas, dan orang ikhlas akan binasa jika masih merasa aku.
Mengutip Ali bin Abi Thalib, ia menegaskan pentingnya mengenal kelemahan dan kehinaan diri sebagai bentuk petunjuk Allah. “Senantiasalah melayani kebenaran dan keadilan walau dalam keadaan sesulit apapun. Berjuanglah demi Allah SWT dan akhirat yang kekal,” pesannya.
Pesan ini, lanjutnya, menjadi relevan di tengah tantangan moral dan spiritual masyarakat modern yang sering mengabaikan pembersihan hati dari maksiat batin. “Karena pada hakikatnya, setiap keinginan yang tidak sesuai ridha Allah adalah hawa nafsu,” tutupnya.
Pewarta
R.PRIHATANTO, SSI
Editor ifa