Jakarta, 13 Agustus 2025, InformasiTerkininews.id – Di tengah derasnya arus kehidupan, seringkali manusia dihadapkan pada kondisi yang membuat langkahnya terhenti. Sakit, kelelahan, atau penurunan daya tubuh bukan sekadar kendala fisik. Lebih dari itu, ia menjadi ujian mental yang kerap memunculkan pertanyaan, “Apakah aku sudah gagal?”
Pesan itu datang dari sebuah renungan malam yang beredar di kalangan masyarakat, mengingatkan bahwa sakit bukanlah tanda ditinggalkan Tuhan, melainkan bagian dari skenario-Nya. Dalam ajaran Islam, kondisi fisik yang melemah justru dapat menjadi ruang perenungan sekaligus penghapus dosa.
Mengutip sabda Rasulullah ﷺ dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim:
“Tidaklah seorang muslim tertimpa kelelahan, penyakit, kesedihan, kesusahan, gangguan, atau kegundahan, bahkan duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapus sebagian dari dosa-dosanya.”
Pesan ini relevan di tengah gaya hidup masyarakat perkotaan yang kerap dipacu target dan tuntutan kerja. Saat sakit memaksa aktivitas terhenti, banyak yang terjebak pada rasa bersalah dan penilaian negatif terhadap diri sendiri. Padahal, menurut para dai dan pemerhati kesehatan mental, istirahat adalah bagian dari ikhtiar, dan menerima keterbatasan adalah bentuk tawakal yang luhur.
“Kesuksesan tidak hanya diukur dari produktivitas saat sehat, tetapi juga dari kesabaran saat sakit. Allah menilai keikhlasan, bukan sekadar hasil,” tulis salah satu kutipan dalam renungan tersebut.
Bagi sebagian orang, pesan ini menjadi penguat di malam-malam lemah, ketika tubuh tak sanggup bergerak seperti biasanya. Ada yang memilih membagikannya di media sosial, berharap bisa menghibur mereka yang tengah berjuang melawan rasa sakit, baik fisik maupun hati.
Renungan ini mengajak setiap individu untuk menilai ulang arti keberhasilan, menempatkan kesabaran dan ridha sebagai bagian tak terpisahkan dari ikhtiar. Bahwa dalam diam dan istirahat pun, jika disertai keikhlasan, seseorang tetap berada di jalan yang benar.
✍️Pewarta
R.PRIHATANTO, SSI
Editor ifa