YOGYAKARTA – Pagi yang muram menyelimuti langit Yogya, Minggu (31/8). Seorang anak muda, mahasiswa, sekaligus pejuang aspirasi rakyat, Rheza Sendy Pratama (20), harus mengakhiri hidupnya dengan cara yang tak pernah dibayangkan.
Rheza, mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2023 Universitas Amikom Yogyakarta, dinyatakan meninggal dunia setelah mengikuti aksi massa di depan Polda DIY yang berlangsung sejak Sabtu (30/8) hingga Minggu dini hari. Ia sempat dirawat di RSUP Dr. Sardjito, namun takdir berkata lain. Pukul 07.00 WIB, dunia kehilangan salah satu anak muda terbaiknya.
Jenazah yang Disambut Tangisan dan Doa
Sekitar pukul 14.56 WIB, jenazah Rheza tiba di rumah duka di Dusun Jaten, Desa Sendangadi, Mlati, Sleman. Ratusan pelayat memadati halaman rumah, tak kuasa menahan tangis. Mereka melepas kepergian seorang mahasiswa yang masih menyimpan sejuta mimpi dan cita-cita.
Di pemakaman umum Jaten, doa-doa berkumandang, air mata jatuh bercampur dengan tanah merah yang menimbun jasadnya. Rheza dimakamkan bukan sekadar sebagai seorang anak, sahabat, atau mahasiswa—tetapi juga sebagai simbol perlawanan, bahwa suara mahasiswa tak boleh dimatikan oleh kekerasan.
Dari Kampus ke Jalan Raya: Jejak Idealismenya
Wakil Rektor III Universitas Amikom, Ahmad Fauzi, membenarkan kepergian Rheza. Ia dikenal aktif, kritis, dan selalu peduli terhadap isu sosial. “Benar, Rheza adalah mahasiswa kami. Kami masih mencari tahu penyebab meninggalnya. Yang jelas, ia hadir dalam aksi di depan Polda DIY,” kata Fauzi.
Bagi kawan seperjuangan, Rheza bukan sekadar nama. Ia adalah wajah semangat muda yang berani turun ke jalan demi menyuarakan keadilan.
“Rheza adalah kawan yang tak pernah diam. Ia selalu ada di garis depan, bukan karena ingin populer, tapi karena ia percaya mahasiswa adalah suara rakyat,” ungkap salah seorang rekan seperjuangan.
Duka yang Menjadi Api Perlawanan
Kematian Rheza menorehkan luka mendalam. Namun, bagi sebagian mahasiswa, duka ini bukan sekadar air mata, melainkan api perlawanan yang tak boleh padam.
“Setiap mahasiswa yang gugur di jalan perjuangan, adalah pengingat bahwa demokrasi masih dibungkam. Rheza adalah martir kita,” kata seorang aktivis dalam orasi singkat di depan rumah duka.
Catatan untuk Negeri
Tragedi yang menimpa Rheza bukan yang pertama, dan bisa jadi bukan yang terakhir, bila negara terus menutup mata. Yogyakarta, kota yang dikenal sebagai episentrum gerakan mahasiswa, kini kembali berduka.
Rheza Sendy Pratama mungkin telah tiada, tetapi idealismenya akan terus hidup dalam barisan mahasiswa yang menolak tunduk pada ketidakadilan.
Ia pergi sebagai mahasiswa, tapi dikenang sebagai pejuang.
Ia dimakamkan di tanah Mlati, tapi suaranya akan terus bergema di jalanan negeri ini.
🔥 INFORMASITERKININEWS ID – Pewarta Ifa 🔥
✍️🇮🇩 Menuliskan Fakta, Menyuarakan Nurani, Menjaga Api Perlawanan