Refleksi dari Amsal 10:19 dan 13:3
Oleh: Jane Mamangkey | Informasi Terkininews.id
BOGOR, Informasi Terkininews.id – Banyak masalah besar dalam hidup manusia tidak dimulai dari perbuatan, melainkan dari perkataan. Sering kali, satu kalimat yang terucap tanpa kendali bisa menimbulkan luka, bahkan kehancuran. Kitab Amsal dengan tegas mengingatkan, “Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi” (Amsal 10:19).
Kebiasaan berbicara tanpa pikir panjang kini menjadi penyakit sosial. Di tengah era digital, ketika jari lebih cepat dari logika, banyak orang terjebak dalam badai opini, salah paham, dan penyesalan. Padahal, diam bukan tanda kalah — justru bukti kedewasaan dan kebijaksanaan.
Ada waktu di mana diam adalah langkah paling bijak. Berikut empat kondisi yang menuntun kita untuk memilih diam, sebagaimana diuraikan dalam renungan firman Tuhan:
1. Saat Emosi Meluap
Ketika hati dikuasai amarah, kekecewaan, atau bahkan euforia yang berlebihan, lidah mudah kehilangan kendali. Kisah Raja Herodes menjadi peringatan keras. Karena kegirangan berlebih, ia bersumpah tanpa pertimbangan dan akhirnya menyesali ucapannya sendiri (Matius 14). Dari kegembiraan berubah menjadi kesedihan mendalam — semua berawal dari satu janji yang keluar di momen yang salah.
2. Saat Marah
Dalam kemarahan, kata-kata biasanya berubah menjadi peluru tajam. Nada meninggi, intonasi kasar, dan setiap kalimat bisa melukai hati orang lain. Kata yang seharusnya menyembuhkan justru bisa menjadi racun yang mematikan. Bijaklah menunggu hingga amarah reda sebelum bicara, karena sekali kata keluar, ia tak akan bisa ditarik kembali.
3. Saat Tidak Tahu Seluruh Cerita
Berbicara tanpa informasi lengkap adalah jebakan paling umum. Dari sinilah gosip, fitnah, dan kesalahpahaman bermula. Kadang orang merasa tahu, padahal hanya mendengar sebagian. Sebuah lidah yang terburu-buru bisa membakar nama baik seseorang dalam sekejap.
4. Saat Perkataan Tidak Membangun
Tak semua kebenaran perlu diucapkan. Ada saat di mana kejujuran tanpa kasih justru melukai. Jika perkataan kita tak membawa damai, tak memberi semangat, dan tak membangun — lebih baik diam. Lidah yang tenang bisa menjadi obat bagi jiwa yang luka.
Diam bukan berarti pasif. Diam adalah bentuk kontrol diri — seni menjaga hati agar tetap jernih sebelum berbicara. Dalam diam, kita memberi ruang bagi kebijaksanaan untuk menuntun ucapan.
Sebagaimana firman menegaskan dalam Amsal 13:3, “Siapa menjaga mulutnya, memelihara nyawanya, tetapi siapa yang lebar bibir, akan ditimpa kebinasaan.” Maka, sebelum berbicara, pastikan hati dalam kondisi tepat. Karena tidak semua hal harus dikatakan, dan tidak setiap waktu layak untuk bersuara.
Kadang, keheningan lebih keras berbicara daripada ribuan kata.
💞 Have a Lovely Day 💞
💗 God Bless You 💗
Pewarta : Ifa
