Ticker

6/recent/ticker-posts

Di Balik Layar Kehidupan: Mengungkap Realita di Tengah Kehidupan Digital yang Serba Sempurna

Jakarta, 9 Agustus 2025 , Informasi Terkininews.id — Di era media sosial yang mendominasi hampir setiap aspek kehidupan masyarakat urban, tampilan luar sering kali menipu. Wajah-wajah berseri yang terpampang di layar, unggahan penuh kebahagiaan, dan narasi hidup yang tampak sempurna, ternyata tidak selalu mencerminkan realitas yang sebenarnya. Di balik senyum yang terlihat tulus dan kehidupan yang tampak “teratur”, tersembunyi kisah-kisah perjuangan yang kerap tak terdengar.

Dalam sebuah catatan reflektif yang viral bertajuk Catatansantriii, muncul pengingat mendalam yang menyentuh hati banyak kalangan. “Kadang kita lihat ada orang yang begitu sempurna… Wajahnya bersinar, hidupnya tampak teratur, postingannya selalu bahagia, senyumnya seolah tanpa luka,” demikian kutipan awal yang menggugah dari unggahan tersebut.

Namun, catatan itu dengan tajam menyadarkan pembaca bahwa kenyataan tak selalu seindah yang terlihat. Unggahan itu menekankan bahwa ketenangan yang terlihat belum tentu mencerminkan kedamaian batin, dan senyuman manis di layar tidak menjamin hidup tanpa air mata. Di balik postingan yang telah melalui banyak lapisan filter dan editing, tersimpan kelelahan, ketakutan, serta perjuangan yang nyata.

“Yang terlihat bahagia, belum tentu nggak pernah nangis diam-diam di kamar,” tulisnya. Kalimat sederhana ini membongkar sebuah realitas sosial yang kerap diabaikan: standar kebahagiaan yang semu dan tekanan sosial akibat perbandingan yang terus-menerus terjadi di media sosial.

Di tengah gempuran konten-konten “positivity” yang dikurasi secara apik, masyarakat sering tanpa sadar membandingkan kehidupan aslinya yang penuh tantangan dan perjuangan dengan kehidupan orang lain yang tampak mulus. Ini memunculkan fenomena yang disebut para psikolog sebagai “social comparison trap”, yaitu jebakan perbandingan sosial yang menggerus rasa percaya diri dan memperbesar kecemasan.

Namun pesan utama dari catatan tersebut bukan sekadar kritikan, melainkan ajakan yang kuat untuk kembali fokus pada proses pribadi. “Percayalah pada prosesmu sendiri! Nggak apa-apa kalau kamu belum sehebat orang lain, karena kamu bukan mereka,” tulisnya lagi. Pesan ini menjadi semacam penyejuk di tengah tekanan dunia digital yang serba kompetitif.

Catatan ini juga mengajak masyarakat untuk menjalani hidup dengan jujur, syukur, sabar, dan yang terpenting: menjadi versi terbaik dari diri sendiri, hari ini. Sebuah prinsip hidup yang kini mulai dilupakan dalam balutan budaya instan dan pencapaian instan.

Fenomena ini pun menjadi refleksi bagi para pengguna media sosial—terutama generasi muda—untuk lebih bijak dalam mengonsumsi dan membagikan informasi. Di tengah banjir visual yang menyilaukan, menjadi penting untuk menyadari bahwa setiap orang punya “latar belakang cerita” yang tak tampak. Bahwa senyum yang ditampilkan belum tentu bebas dari luka, dan tawa yang dibagikan belum tentu tak disertai tangis di balik layar.

Dalam wawancara dengan InformasiTerkininews.id, seorang psikolog klinis dari Jakarta, Dr. Lailatul Huda, M.Psi, menegaskan, “Media sosial membentuk persepsi palsu tentang kesuksesan dan kebahagiaan. Banyak pasien saya datang dengan tekanan karena merasa tertinggal atau tidak cukup baik hanya karena melihat hidup orang lain dari Instagram atau TikTok.”

Ia pun menambahkan pentingnya digital mindfulness atau kesadaran dalam berinteraksi secara digital. “Filter dan highlight di media sosial bukanlah cermin kehidupan sesungguhnya. Kita harus ajarkan generasi muda untuk kembali menghargai proses, bukan hanya hasil.”

Catatan reflektif Catatansantriii ini, meskipun ditulis dalam gaya santai dan bahasa sehari-hari, memuat kekuatan narasi yang menyentuh hati banyak orang. Ia menjadi pengingat bahwa di balik kesempurnaan visual, setiap orang sedang berjuang. Dan bahwa tidak apa-apa untuk tidak selalu terlihat bahagia karena hidup bukan tentang tampil tanpa cela, tetapi tentang bagaimana kita terus melangkah dengan kejujuran dan keteguhan.

Akhir kata, jangan percaya semua yang kamu lihat di layar. Tapi percayalah pada jalanmu sendiri. Karena sejatinya, kita semua sedang belajar dan berjuang dengan cara dan cerita masing-masing.

✍️Pewarta:
R. PRIHATANTO, S.Si.
Editor : ifa