Ticker

6/recent/ticker-posts

Sambal Tomat Terasi: Cita Rasa Nusantara yang Tak Pernah Mati

Jakarta, 8 Agustus 2025, InformasiTerkininews.id — Pewarta Jakarta

Di tengah riuh rendahnya geliat kuliner modern yang semakin menjamur di ibu kota, satu hal yang tak pernah bergeser dari hati masyarakat Indonesia adalah kecintaan pada sambal khususnya Sambal Tomat Terasi, racikan tradisional yang menjadi simbol rasa, identitas, sekaligus kenangan kolektif di lidah bangsa.

Sambal, bagi orang Indonesia, bukan sekadar pelengkap. Ia adalah nyawa dalam setiap hidangan. Dan dalam ratusan ragam sambal yang tersebar dari Sabang hingga Merauke, Sambal Tomat Terasi menduduki tempat istimewa. Perpaduan antara rasa pedas, asam tomat yang segar, dan aroma khas terasi yang kuat menjadikannya sambal yang tak hanya menggugah selera, tapi juga membangkitkan ingatan akan dapur rumah masa kecil.

Resep Turun Temurun yang Tak Lekang oleh Waktu

Ditemui di kediamannya di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, seorang ibu rumah tangga bernama Sri Wulandari membagikan resep sederhana namun menggoda yang telah ia wariskan dari ibunya, dan kini ia ajarkan pada anak-anaknya.

 “Sambal itu soal rasa, tapi juga soal hati. Gak bisa asal pedas,” ujarnya sambil tersenyum.

Bahan yang digunakan pun sangat sederhana. Cukup 10 buah cabai rawit dapat disesuaikan tingkat pedasnya satu buah tomat ukuran besar, dua butir bawang merah, dan setengah sachet terasi ABC, yang sudah dikenal masyarakat sebagai terasi instan andalan. Tak lupa sedikit garam, penyedap rasa atau kaldu bubuk, dan gula pasir secukupnya meski beberapa memilih untuk melewatkan gula demi menjaga keaslian rasa gurih-pedas sambal tersebut.

Prosesnya pun mencerminkan kesabaran dan seni dalam memasak khas Indonesia: seluruh bahan digoreng terlebih dahulu cabai, tomat, bawang, hingga terasi hingga layu dan harum. Kemudian diulek kasar, bukan diblender, demi menjaga tekstur autentik yang menjadi ciri khas sambal rumahan.

 “Kalau diulek, rasa sambalnya beda. Lebih nampol. Dan teksturnya lebih ‘hidup’, bukan kayak saus pabrik,” tambah Sri.

Lebih dari Sekadar Sambal

Sambal Tomat Terasi bukan hanya bicara tentang rasa, melainkan tentang kebudayaan yang mengakar kuat. Di banyak rumah, sambal menjadi menu wajib yang harus ada di meja makan. Bahkan dalam kondisi lauk seadanya, sambal mampu menyulap nasi hangat dan tempe goreng menjadi sajian yang menggoda selera.

Fenomena ini menunjukkan bahwa dalam kesederhanaan pun, masakan Indonesia mampu berbicara banyak. Ia tidak membutuhkan plating yang rumit atau bahan-bahan impor. Ia hanya butuh kejujuran dalam rasa.

“Bagi banyak orang, sambal ini adalah pengobat rindu pada kampung halaman,” ujar Chef Haryo Pramono, seorang pengamat kuliner nusantara. “Di mana pun mereka berada di luar negeri sekalipun mereka selalu berusaha membawa rasa ini bersama mereka.”

Menggali Potensi Lokal di Tengah Arus Global

Ketika tren kuliner global makin menguasai platform digital dan restoran modern, penting untuk mengangkat kembali kekayaan rasa lokal seperti Sambal Tomat Terasi ini. Ia adalah bagian dari kekuatan kuliner Indonesia yang memiliki potensi besar di dunia internasional.

Tak sedikit wisatawan asing yang justru jatuh cinta pada sambal yang awalnya hanya dianggap sebagai sambal pelengkap namun kemudian menjadi elemen favorit dalam pengalaman kuliner mereka.

Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pun didorong untuk terus mempromosikan bumbu dan sambal khas Indonesia ke dunia internasional. Sambal bukan sekadar saus pedas, tapi bentuk nyata dari kearifan lokal, seni, dan cinta yang dituangkan dalam setiap tetesnya.

Penutup: Warisan yang Harus Dijaga

Sambal Tomat Terasi adalah waris an. Ia mungkin sederhana, tapi punya kekuatan untuk membangkitkan emosi, menyatukan keluarga di meja makan, hingga mengingatkan seseorang pada rumah yang jauh.

Di era ketika segalanya serba instan, sambal seperti ini mengajarkan bahwa hal-hal terbaik dalam hidup butuh waktu, perhatian, dan sentuhan tangan.

Dan mungkin, dalam setiap ulekan sambal yang pedas dan menggigit itu, kita sedang menggenggam sebagian dari identitas kita sebagai orang Indonesia.

Pewarta:
R. PRIHATANTO, S.Si.
Editor : ifa